Oleh : Nal Koto
HAMPIR 30 persen dana Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Termasuk juga dana Anggaran Belanja Pendapatan Daerah (APBD) oleh provinsi, kabupaten dan Kota. Untuk dana APBN pembangunan infrastruktur, terutama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), juga tersebar di provinsi.
Dana infrastruktur, Kementerian PUPR, khususnya di Sumbar dikelola oleh Dirjen Sumber Daya Air, Dirjen Bina Marga dan Dirjen Cipta Karya melalui 3 3 Balai. Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN), Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) dan Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V). Dan, untuk dana APBD dikelola oleh OPD.
Memang masih ada Balai lain di Sumbar, bukan menggelola dana dari Kementerian PUPR, tapi Kementerian Perhubungan, yakni Balai Perkereta Apian. Untuk dana APBN melalui Balai itu, Sumbar mendapatkan gelotoran ratusan miliyar pertahun. Dan, melalui dana APBN ini, pusat mempercepat pembangunan infrastruktur di Sumbar. Baik jalan, irigasi dan pengembangan kawasan perkotaan/pedesaan.
Begitu juga provinsi, kabupaten/kota juga menggunakan dana APBD untuk pembangunan infrastruktur, meski tak sebesar dana APBD. Namun, mampu memacu pembangunan di Sumbar melalui beberapa OPD. Besarnya, anggaran APBN dan APBD untuk pembangunan infrastruktur, tentu menguntungkan daerah. Dan, tak perlu tutup mata, kadang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
Biasanya, permainan anggaran ini diawali saat penyusunan anggaran, proses lelang dan pelaksanaan pekerjaan dilapangan. Meski, ada Perpres No 16 tahun 2021, tentang Pengadaan Barang dan Jasa, masih ada celah yang dimainkan. Proses lelang, kadang dimainkan pihak tertentu. Baik ULP maupun oknum yang mengatur lelang untuk memenangkan rekanan yang diunggulkan. Intimidasi, diskriminasi dan monopoli mengiringi proses lelang.
Bagi bagi fee, juga menjadi awal pekerjaan bermasalah dilapangan. Banyaknya dana terpotong, belum termasuk lelang turun payung saat penawaran, tentu berpengaruh pada mutu dan kualitas pekerjaan. Ujung ujungnya rekanan melabrak spesifikasi teknis, bekerja tak sesuai kontrak yang ditanda tangani. Gambar kerja diabaikan, terpenting selesai dapat keuntungan. Alhasil, umur bangunan tak tercapai, rusak setelah dikerjakan.
Berdasarkan fenomena diatas, tentu perlu adanya pengawasan, terutama dari media. Atas dasar itu, media online Infrastruktur hadir untuk mengawal pembangunan menggunakan dana APBD maupun APBN. Melakukan kontrol sosial dilapangan, terhadap pekerjaan tak sesuai spesifikasi. Infrastruktur siap menjadi mitra sekaligus mengawasi pekerjaan melalui kontrol sosial. Sesuai dengan motto “Mengawal Pekerjaan Infrastruktur.” Semoga. *001