PILIHAN REDAKSI

PJ Bupati Mentawai Survei Lokasi Lahan Hanpang 68 Hektar di Dusun Sila'oinan

INFO|MENTAWAI - Untuk meningkatkan ketahanan pangan di wilayah, Pj Bupati Mentawai, Fernando Jongguran Simanjuntak survei lokasi pembukaan ...

Budaya

Opini

Mentawai

Padang Panjang

Peristiwa

Pariwara

Kerjasama MCA-Indonesia dan IWAPI Luncurkan Modul Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Bagi Pengusaha Perempuan
Wednesday, March 28, 2018

On Wednesday, March 28, 2018

Kiri-kanan: Ketua IWAPI Dyah Anita Prihapsari, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu, Direktur Inklusi Sosial dan Gender MCA-Indonesia Dwi Rahayu Yuliawati-Faiz.
 "Meningkatkan Kapasitas Perempuan Pengusaha dalam Pengadaan Pemerintah di Era Digital"


Infonusantara (Jakarta, 27 Maret 2018) -- Peningkatan kapasitas perempuan pengusaha dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kunci untuk memberdayakan mereka agar dapat mengakses potensi dalam pengadaan publik. Terlebih peluang semakin terbuka karena di era digital ini makin banyak pengadaan dilakukan secara elektronik (e-procurement).


Untuk itu, Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia) bekerja sama dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) telah melakukan serangkaian pelatihan penguatan kapasitas untuk pengusaha perempuan dalam mengakses pengadaaan publik. Pelatihan ini adalah tindak lanjut Survei Penyedia Berbasis Gender yang telah dilakukan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan MCA-Indonesia sebagai bagian dari Proyek Modernisasi Pengadaan MCA-Indonesia.

Survei tersebut menemukan sejumlah hambatan berbasis gender dihadapi
perusahaan milik perempuan saat berpartisipasi dalam pengadaan publik. Dalam hal layanan keuangan, 62% dari perusahaan milik laki-laki yang pernah ikut tender pemerintah pernah mengajukan pinjaman dari bank, namun hanya sekitar 50% perusahaan milik perempuan yang melakukannya.

Perusahaan milik perempuan
pun menilai diri dua kali lebih tidak mampu memenuhi persyaratan pinjaman dari bank dibanding perusahaan milik laki-laki. Riset ini juga mengidentifikasi terbatasnya pengetahuan tentang peraturan pengadaan, terutama mengenai
kebijakan yang memungkinkan perusahaan kecil menjadi penyedia dalam pengadaan bernilai di bawah Rp 2,5 miliar.

“Kesenjangan ini jika tidak diatasi akan menyebabkan rendahnya partisipasi
pengusaha perempuan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sedangkan minat pengusaha perempuan untuk berpartisipasi sebetulnya sangat tinggi,” ujar Direktur Inklusi Sosial dan Gender MCA-Indonesia, Dwi Rahayu Yuliawati-Faiz.

Dalam pelatihan tersebut, para peserta dibimbing agar memiliki berbagai
kompetensi, seperti mengenal regulasi terkait pengadaan pemerintah, cara
membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri, prinsip dasar manajemen sumber daya, literasi keuangan, dan cara menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB). Mereka juga dilatih agar memahami strategi mengakses pasar dan peluang tender, kategori pengadaan dan rencana pengadaan pemerintah, hingga pengetahuan tentang praktik suap dan korupsi dalam pengadaan.

Pendekatan yang digunakan dalam pelatihan di Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan ini ialah partisipatif dan interaktif. Ada pula simulasi di mana peserta diminta membuka website LPSE dan ditunjukkan langkah-langkah mengakses pengadaan secara online. Peserta yang telah mengikuti pelatihan ini telah mempraktekkan hasil pelatihan dan terbukti berhasil ikut dan terseleksi dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pelatihan ini telah membuka wawasan pengusaha perempuan untuk mencoba area bisnis pengadaan yang belum pernah ia geluti sebelumnya, yaitu konstruksi.

Melihat besarnya manfaat yang didapat pascapelatihan, serta untuk memperluas jangkauan penggunaan modul pelatihan sekaligus meningkatkan pengetahuan dan
memberi kesempatan pengusaha perempuan, IWAPI telah menandatangani Nota Kesepakatan untuk melanjutkan kegiatan ini pasca berakhirnya Program Compact Indonesia. Pada hari ini, modul yang digunakan dalam pelatihan tersebut diluncurkan dan disosialisasikan.

“Kerja sama ini menjadi titik awal bagi IWAPI untuk memberdayakan anggotanya yang tersebar di 32 provinsi dan 255 kabupaten untuk makin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mengakses pengadaan barang dan jasa pemerintah, terutama dengan sistem pengadaan pemerintah yang semakin transparan dan modern,” ujar Ketua IWAPI, Dyah Anita Prihapsari.

"Kami berharap modul ini bisa diimplementasikan penggunaannya bagi seluruh pengusaha perempuan di Indonesia sehingga pengusaha perempuan dan laki-laki dapat bersaing secara adil dalam mendapatkan kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah," harapannya.

Tentang Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia) 
MCA-Indonesia adalah pelaksana Hibah Compact dari Millennium Challenge Corporation (MCC), yang mendukung Kemitraan Strategis Amerika Serikat dengan Indonesia. MCA-Indonesia bertujuan mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi, dan bertindak sebagai lembaga pengelola tiga proyek utama yakni: (1) Kemakmuran Hijau, (2) Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stanting, dan (3) Modernisasi Pengadaan.

Tentang Millennium Challenge Corporation (MCC), MCC adalah lembaga inovatif dan independen Pemerintah Amerika Serikat yang bertujuan membantu pengentasan kemiskinan secara global. Dibentuk oleh Kongres Amerika Serikat
pada 2004, MCC telah menyalurkan Hibah Compact senilai US$ 11,2 miliar bagi 27 negara yang berkomitmen pada tata pemerintahan yang baik (good governance), kebebasan ekonomi, dan investasi pada warga negaranya. Hibah Compact bersifat kompetitif, artinya
negara calon penerima hibah harus bersaing dalam proses seleksi yang transparan. MCC memegang prinsip country-led solutions dan country-led implementation, sehingga negara pelaksana hibah memiliki keleluasaan dan wewenang untuk mengidentifikasi masalah dan solusinya, serta mengembangkan dan melaksanakan programnya.

Redaksi: Infonusantara.net 
Pers Relis 

Premanisme Pers di Tengah Persoalan Perut dan Tuntutan Profesi
Friday, December 22, 2017

On Friday, December 22, 2017



Oleh: Ecevit Demirel

HINGGA hari ini, khalayak masih akrab dengan istilah wartawan bodrek, wartawan preman dan banyak lagi istilah minor lainnya. Pada satu sisi ada yang membela idealisme wartawan, ada pula yang mendukung pemberian "tali asih" atau "amplop" pada wartawan.


Nah, ketika sekelompok jurnalis _keukeuh_ menolak "budaya amplop", timbul pertanyaan di benak kita.  Apakah karena mereka sendiri sudah mapan? Misalnya sudah dapat gaji (plus bonus) yang baik dari perusahaannya bekerja, atau sudah emang sedari bayi-nya sudah mapan?

Pertanyaan ini muncul setelah melihat realita di lapangan, rata-rata kehidupan wartawan media swadaya atau kasarnya "kelas teri", masih dalam skala memprihatinkan. Masih berpenghasilan pas-pasan.

Hingga detik ini, masih sangat banyak perusahaan media yang belum mampu memberi wartawannya penghasilan layak. Penghasilan awak media -- tidak terkecuali para pemimpin mass media --,  rata-rata masih di bawah UMR. Bayangkan saja, saban hari musti mengeluarkan biaya operasional dan biaya produksi, musti setor berita, namun penghasilan dengan derasnya keringat yang mengucur tidaklah sebanding!

Dari realita tersebut, maka tak sedikit pula media (cetak/online) yang meminta wartawannya turut serta mencari dan mengorder iklan. Ya, tentu saja demi memperoleh penghasilan yang layak seraya berjuang mempertahankan eksistensi dan produktivitas media masing-masing.

Bicara soal idealisme pers, diakui atau tidak, wartawan dihadapkan dengan persoalan perut dan tuntutan profesi yang digelutinya. Satu hal yang patut diingat serta dipahami, wartawan juga manusia, bukan robot. Intinya, ada solusi antara masalah perut dan masalah idealisme.

"Ngemeng ngemeng", meminjam bahasa komedian Tukul Arwana, hal yang menjadi momok menyebalkan bagi banyak pihak -- termasuk kalangan wartawan sendiri, yakni munculnya wartawan preman alias wartawan yang maksa minta duit dengan beragam trik dan alasan. Sementara pada sisi lain, banyak di antara pelakon premanisme pers (catatan; bukan premanisme terhadap pers, dimana yang jadi korban premanisme adalah wartawan) ini yang belum sepenuhnya memahami kaidah profesi jurnalistik.

Premanisme pers, yaitu cara-cara pemberitaan yang memojokkan dan menyudutkan, sehingga merugikan pihak-pihak yang ada dalam kelompok masyarakat.

Segelintir pers akhir-akhir ini sering mempraktekkan apa yang dikatakan ‘pukul dulu urusan belakangan'. Jadi diberitakan dulu, kalau ada protes, somasi dan sebagainya, itu urusan belakangan dengan berdalih telah melakukan "cover bothside"  yaitu wartawan telah mencoba menghubungi pihak-pihak atau sumber informasi tetapi tidak bertemu langsung, orangnya tidak di tempat, telepon tidak dijawab, pesan singkat tak dibalas dan lain-lain.

Seharusnya bila sumber informasi tidak dapat dihubungi atau belum memberikan konfirmasi, harus diupayakan mengumpulkan keterangan-keterangan dari sumber-sumber lain. Sedemikian rupa, sehingga informasi yang diperoleh menjadi lebih lengkap dan utuh, baru disiarkan. Jadi sebuah pemberitaan yang baik bersifat akomudatif, tidak berhenti pada satu sumber.

Dalam iklim kemerdekaan pers yang sangat liberal saat ini, penataan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) itu merupakan hal yang mendasar dan pokok. Karena itu KEJ bukan “kartu mati” melainkan “harga mati”, dalam arti harus dipahami dan ditaati kalau mau menjalankan tugas-tugas jurnalistik secara baik. ***

# _Penulis adalah Ketua Ikatan Kekeluargaan Wartawan (IKW), sebuah wadah sosial insan seprofesi di Padang, Sumbar. Tulisan disarikan dari berbagai sumber_

Redaksi
Monday, October 02, 2017

On Monday, October 02, 2017


DITERBITKAN OLEH
PT INFO NUSANTARA PERSADA 

Berdasarkan pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : AHU-0044663.AH.01.01 Tahun 2017. 
Akta Notaris No. 02 TanggaI 03 Oktober 2017.  
NPWP Perusahaan : 83.491.236.2-205.000.

PENDIRI
Mulyadi
Zainal Amran

Komisaris
Zainal Amran 

Direktur Utama  
Mulyadi 

Pemimpin Umum 
Mulyadi

Pemimpin Perusahaan 
Emonanda 

Pemimpin Redaksi 
Nurrahmat

Dewan Redaksi
Baim, Nalkoto, Emonanda, Nurrahmat, Aulia Putri 

Redaktur :
 Heri Suprianto.
Koordinator Liputan
Aulia Putri.

Kabiro 
Wilayah Kabupaten Mentawai
Sumatera Barat:
Heri Suprianto

Reporter :
 A.Sulaiman, Aulia Putri, Mon, Yoga, Nurrahmat, Heri S, Riko Chandra, Budi S, Bonar Surya.

Divisi IT: Nal | Indra

Keuangan: Emonanda. 

Konsultan Hukum: 
Yulisman,SH.
Faisal Nasir, SH. 
M. Joni,HS,SH.
Rifka Zuwanda, SH.MH.

Setiap Wartawan Media Online www. lnfonusantara.net dilengkapi ID Card.
Diluar nama - nama diatas BUKAN merupakan wartawan Media : Online www. infonusantara.net dan apabila ada yang mengaku sebagai Wartawan www.infonusantara.net tanpa ID Card, segala tindakannya  bukan menjadi tanggung jawab Redaksi www. Infonusantara.net. Berita boleh dikutip media cetak atau online lain dengan syarat mencantumkan www.infonusantara.net sebagai sumber. 

Email Redaksi 

Rekening Bank Nagari : 2100.0210.48310-1 an. Mulyadi 
Rekening Bank BRI: 5477-01-01524853-0 
an. Mulyadi 

Alamat Redaksi
Jalan Palinggam VIII - 1A/25, RT.004/ RW.003 Kelurahan Pasa Gadang 
Kecamatan Padang Selatan
Kota Padang
Provinsi Sumatera Barat (Kode Pos:25213).
Hp/Wa:081261927544.